yandex
Uncategorized

Apa sih Alasan Pemerintah Lakukan Renegoisasi Jual Beli Listrik dengan Perusahaan Penyedia Listrik Swasta? Berikut Alasannya

Baru-baru ini, pemerintah tengah  berencana melakukan renegosiasi kontrak jual beli listrik untuk pembangkit listrik yang sudah beroperasi. Mendengar keputusan pemerintah tersebut, Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) meminta pemerintah mematuhi kontrak jual beli listrik yang sudah berlaku.

Ketua Harian Arthur Simatupang mengatakan Indonesia adalah negara hukum. Jadi apapun kondisinya, hukum harus tetap dihormati.

Namun, tahukah kamu alasan pemerintah melakukan renegoisasi kontrak jual beli listrik tersebut?

Seperti yang diimbau oleh PLN terkait evaluasi pernjanjian jual beli listrik PLN dengan Independent Power Producer/IPP (Penyedia Listrik Swasta), ternyata hal tersebut merupakan upaya untuk membuat harga jual listrik semakin terjangkau.

Selain itu, pihak PLN juga mengungkapkan bahwa renegoisasi PJBL PLTU sangat realistis dilakukan, terutama bagi PLTU di Jawa yang harga jual listriknya di atas US$6 cent/kWh.

Selain itu, latar belakang evaluasi perjanjian jual beli listrik PLN dengan IPP dilakukan karena sesuai dengan surat dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM tertanggal 3 November 2017 yang ditujukan kepada PLN.

Salah satu wujud praktiknya, PLN berupaya untuk melakukan peninjauan ulang terkait harga jual tenaga listrik dari pembangkit tinggi sebesar 85% dari biaya pembangkitan (BPP) di sistem ketenagalistrikan setempat.

Biaya Pokok Penyedian Listrik (BPP) tersebut harus ditinjau ulang karena akan mempengaruhi tarif listrik. Dalam hal ini, PLN sebagai salah satu BUMN yang bergerak di sector ketenagalistrikan berupaya untuk terus mengupayakan harga listrik semakin terjangkau.

Pasalnya, kunci tarif listrik yang terjangkau adalah efisiensi biaya bahan bakar dan pembelian tenaga listrik oleh PLN dari Independent Power Producer/IPP (Penyedia listrik swasta).

Oleh sebab itu, proses renegosiasi PJBL disepakati  oleh kedua belah pihak, maka hal tersebut wajar untuk dilakukan. Prosesnya pun harus dilakukan dengan hati-hati secara B to B antara PLN dengan IPP. Tujuannya adalah menjaga BPP tidak meningkat sehingga tarif listrik tidak naik.

Upaya lain yang dilakukan PLN untuk meneken BPP agar tarif listrik tidak melonjak adalah dengan melakukan Strategi rasionalisasi bauran energi primer pembangkit telah dilakukan dengan menurunkan porsi BBM dari 15% pada tahun 2012 menjadi kurang dari 7% pada 2017. Sedangkan porsi batubara dioptimalkan dengan porsi sekitar 55%, disusul gas sebesar 26% dan energi terbarukan sekitar 12%.

Secara langsung maupun tidak langsung, upaya yang dilakukan telah membuahkan hasil. BPP Pembangkitan PLN tahun 2016 turun menjadi Rp 983/kWh atau US$ 7,39 cent/kWh dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp. 998/kWh atau US$ 7,45 cent/kWh.

Sejak Januari 2017 hingga saat ini, tarif listrik masyarakat yang sebesar Rp 1.467/kWh pun mengalami penurunan dibandingkan tarif pada bulan sebelumnya (Desember 2016) yaitu Rp 1.472/kWh.

Upaya yang dilakukan oleh PLN pun tidak berhenti sampai disitu. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara memiiki peran strategis dalam penurunan BPP listrik, karena porsinya terbesar atau 55% dalam bauran energi pembangkit.

Salah satunya pemerintah juga berusaha untuk mendorong pembangunan PLTU dilakukan di mulut tambang, sehingga harganya akan lebih efisien.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button